Pasrah itu indah.
Saat diri betul – betul menundukkan diri pada kehendak dan
ketetapanNya. Ketika ikhtiar sudah mencapai titik puncak daya sebagai manusia
dan tidak tahu lagi harus berbuat apa. Indah, karena tak perlu lagi memikirkan
harus apa dan bagaimana. Tinggal menunggu saja apa yang diputuskan oleh Dia,
Hakim Yang Seadil – adilnya.
Pasrah itu indah.
Karena saat itu, kita betul – betul merasakan rangkulan
Allah yang penuh cinta. Seolah Ia berkata, “ Hamba-Ku, tundukkan dirimu
pada-Ku. Lepaskan semua angan panjangmu, percayalah, Aku takkan mengecewakanmu.
Percayalah, Aku mencintaimu. Takkan pernah Aku memberikan yang tidak baik
bagimu. Percayalah … “
Pasrah itu indah.
Karena saat itu, kita berkata,
“ Allah – ku, ini aku, hamba-Mu. Hamba yang selalu khilaf
mendahului-Mu. Merasa bisa melakukan yang ku mau, padahal itu karena
kebaikan-Mu yang membuatku bisa. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Aku yang mampu karena Engkau membantu mengangkat bebanku, yang kuat
karena Engkau yang Maha Kuat telah menguatkan aku.
Allah – ku, ini aku, hamba-Mu. Yang dengan malu datang
pada-Mu, setelah segala dosa yang kulakukan. Tapi jika bukan pada – Mu, pada
siapa lagi aku menyerahkan diriku? Ampuni khilaf dan egoku, Rabb. Aku malu.
Sangat malu. Tapi tentu akan lebih malu lagi jika aku baru menyebut nama – Mu
saat malaikatmu datang menjemputku.
Allah – ku, ini aku, hamba-Mu. Aku merasa sudah melakukan
segalanya untuk mengejar inginku. Namun semuanya belum sesuai dengan
keinginanku yang menggebu. Saat kekecewaanku makin dalam, aku baru menyadari,
bahwa Engkau sedang mengingatkanku pada satu hal yang sebenarnya belum aku
lakukan. Bertawakkal. Aku lupa, bagaimanapun aku berusaha, kuasa – Mu tetap
penentu. Bantu aku untuk bersyukur karena semua upayaku gagal, karena
sebenarnya Engkau sudah menyiapkan yang lebih baik dari itu, bukan? Dan karena
itulah, tidak ada alasan bagiku untuk bersedih atas apa yang tidak sesuai
harapanku.
Allah – ku, ini aku, hamba – Mu. Aku baru menyadari, ketika
tidak ada orang yang mendengarkan keluhanku, sesungguhnya itu karena Engkau
ingin aku hanya bercerita pada – Mu, bukan? Ketika tidak ada orang yang
menolongku, sesungguhnya itu karena Engkau ingin menjadi satu – satunya
penolong bagiku, bukan? Maafkan aku yang terlambat menyadari bahwa kuasa – Mu
padaku adalah mutlak. Aku tanpa – Mu tidak akan pernah menjadi apa – apa.
Terlahirpun tidak akan pernah.
Allah – ku, ini aku, hamba – Mu. Aku sudah berikhtiar untuk
hajatku. Kini kupasrahkan hasilnya pada kuasa – Mu. Aku hamba – Mu. Diriku
sepenuhnya milik - Mu. Didik aku dengan cara – Mu, agar ketika saatnya tiba,
aku bisa menatap – Mu dan Rasul - Mu dengan penuh cinta. Agar Rasulullah SAW
bisa bangga menyebutku sebagai umatnya di hadapan – Mu dan semua makhluk – Mu
di Mahsyar kelak.
Aamiin ... "